Oleh : Lidus Yardi (Sekretaris
Majelis Tabligh PD Muhamamdiyah Kuansing)
Dalam
hadis shahih dari Abu Hurairah RA, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda, artinya: Pada hari Jumat, di setiap pintu masjid ada malaikat yang
mencatat orang yang akan salat satu persatu. Jika imam telah duduk (di mimbar
saat adzan), mereka melipat lembaran catatan (keutamaan amal) dan datang
mendengarkan peringatan (HR. Bukhari: 3039 dan Muslim: 850).
Hadis
tersebut menjelaskan beberapa perkara menyangkut ibadah Jumat. Pertama, pada
hari Jumat ada malaikat yang bertugas di setiap pintu masjid untuk mencatat
jamaah yang datang sebelum khatib naik mimbar. Kedua, orang yang mendatangi
masjid lebih awal untuk melaksanakan salat Jumat dan menunggu waktu masuk
sambil berdzikir kepada Allah Ta’ala memiliki keutamaan, yaitu masuk dalam
catatan kebaikan yang ditulis malaikat.
Ketiga,
malaikat menyudahi catatannya lalu melipat lembaran catatan itu apabila khatib
telah naik mimbar. Artinya, jamaah Jumat yang datang setelah khatib naik mimbar
tidak akan dicatat oleh malaikat. Karena itu hilanglah kesempatan untuk
mendapatkan nilai keutamaan menghadiri shalat Jumat di awal waktu. Keempat,
malaikat juga mendengarkan khutbah Jumat (peringatan) yang disampaikan oleh
khatib.
Dari
penjelasan hadis tentang malaikat mendengarkan khutbah Jumat tersebut, dapat
ditarik beberapa pelajaran. Pertama, hari Jumat memiliki keistimewaan. Sayyid
Sabiq dalam kitabnya Fiqih Sunnah (Jilid 1) menulis sebuah hadis riwayat Ahmad
dan Ibnu Majah, di mana Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam menjelaskan bahwa
hari Jumat lebih mulia dari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dalam hadis
lain Rasulullah bersabda: Sebaik-baik hari di mana matahari terbit adalah hari
Jumat. Pada hari itu Adam AS diciptakan dan dimasukan ke surga. Dan pada hari
itu pula ia dikeluarkan dari surga. Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari
Jumat (HR Muslim).
Banyak
keutamaan amaliyah hari Jumat yang dijelaskan dalam hadis. Sehingga Rasulullah
Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam memberi bimbingan khusus dalam menyikapi hari
Jumat, seperti mandi dan mengenakan pakaian yang terbaik, serta memakai
wewangian (HR. Bukhari Muslim). Baihaqi meriwayatkan dari sahabat Jabir RA
bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam memiliki pakaian khusus yang hanya
dipakai saat-saat hari raya dan Jumat.
Kedua,
berdosa seorang laki-laki muslim dengan sengaja meninggalkan salat Jumat.
Karena Allah Subhaana Wa Ta’ala telah perintahkan secara jelas dan tegas dalam
QS al Jumu’ah ayat 9 untuk melaksanakan salat Jumat dan mendengarkan khutbah.
Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda: Barang siapa meninggalkan
tiga kali shalat Jumat tanpa udzur (alasan) maka ia tercatat sebagai golongan
orang-orang munafik (HR Thabrani). Dalam hadis riwayat Muslim dijelaskan, hati
orang yang meninggalkan shalat Jumat akan dikunci oleh Allah Subhaana Wa Ta’ala
dan menjadikan mereka pelupa.
Ketiga,
dilarang melakukan aktivitas yang melalaikan mendengar khutbah Jumat. Terlebih
lagi berbicara saat khutbah, yang menurut sebagian ulama dapat membatalkan
ibadah Jumatnya. Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Jika engkau
berkata kepada saudaramu, “diamlah!”, pada hari Jumat dan imam sedang
berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia” (HR Bukhari Muslim).
Banyak
aktivitas yang dinilai sia-sia dilakukan oleh sebagian jamaah Jumat bahkan
pengurus masjid saat khutbah berlangsung. Misalnya, khutbah mulai berlangsung
pengurus masjid atau garim-nya malah berjalan di depan jamaah minta infak.
Apakah orang yang meminta infak ini tidak butuh mendengarkan khutbah?
Bukankah itu mengganggu pandangan jamaah yang sedang mendengar khutbah?
Ada
lagi di sebagian masjid, suasana khutbah Jumat selalu terganggu oleh suara
gaduh kotak infak yang dijalankan di depan jamaah. Ada kotak infak
pembangunan masjid, anak yatim, panti asuhan, PDTA, MTQ, dan organisasi
keagamaan yang berderetan. Apalagi bahan kotak infak tersebut ada yang terbuat
dari seng. Meskipun hal itu tidak ada larangan, tetapi kotak infak tersebut
berpotensi mengganggu konsentrasi jamaah mendengarkan khutbah. Apakah tidak
cukup semua kotak infak tersebut diletakkan saja di dekat pintu masuk masjid?
Keempat,
pentingnya memperhatikan kualitas khutbah. Khatib harus ingat bahwa malaikat
juga mendengarkan khutbah. Rukun dan syarat khutbah harus terpenuhi. Pembahasan
khutbah Jumat harus berlandaskan kepada Alquran dan hadis. Disampaikan menarik,
jelas, singkat, dan tegas. Dan khutbah bukan tempat melawak.
Sahabat
Jarir RA mengabarkan bagaimana Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wassalam
berkhutbah, yaitu matanya memerah, suaranya keras, dan semangatnya bangkit
bagaikan seorang panglima perang yang sedang memperingatkan kedatangan musuh.
Jika
khatib tidak bersemangat dalam khutbah, inilah yang menyebabkan jamaah biasanya
mengantuk dan tertidur. Sebab itu khatib memiliki tanggung jawab moral untuk
membangkitkan ghirah beribadah Jumat. Khatib dituntut menyampaikan khutbah yang
menambah wawasan dan keimanan. Tidak terjebak dalam kisah isriliyat (mengada-ada)
dan menyebarkan hadis dha’if bahkan maudhu’. Sebab itu, tidak sembarangan orang
seharusnya menyampaikan khutbah. Karena saat khutbah berlangsung, malaikat
turut mendengarkan! Wallahu A’lam.