Di bulan
Ramadhan, pintu neraka ditutup dan pintu syurga dibuka lebar-lebar. Namun
banyak orang gagal mendapatkan kemuliaannya. Di bawah ini tanda-tanda kegagalan
Ramadhan.
1. Gampang mengulur shalat fardhu.
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek)
yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak mereka
akan menemui kesesatan kecuali orang-orang yang bertaubat dan beramal shalih.”
(Maryam: 59).
Menurut Sa’id bin Musayyab, yang dimaksud meninggalkan shalat ialah tidak segera
mendirikan shalat tepat pada waktunya. Misalnya menjalankan shalat zhuhur
menjelang waktu ashar, ashar menjelang maghrib, shalat maghrib menjelang isya,
shalat isya menjelang waktu subuh serta tidak segera shalat subuh hingga terbit
matahari.
2. Malas menjalankan ibadah-ibadah sunnah.
Termasuk di dalamnya menjalankan ibadah shalatul-lail.
Mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah
merupakan ciri orang yang shalih.
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya:90)
“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi).
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Al-Anbiya:90)
“Dan hamba-Ku masih mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sampai Aku mencintainya.” (Hadits Qudsi).
3. Kikir dan rakus pada harta benda.
Takut rugi jika mengeluarkan banyak infaq dan shadaqah
adalah tandanya. Salah satu sasaran utama shiyam agar manusia mampu
mengendalikan sifat rakus pada makan minum maupun pada harta benda, karena ia
termasuk sifat kehewanan (Bahimiyah). Cinta dunia serta gelimang kemewahan
hidup sering membuat manusia lupa akan tujuan hidup sesungguhnya.
4. Malas
membaca Al-Qur’an.
Ramadhan juga disebut Syahrul Qur’an, bulan yang di
dalamnya diturunkan Al-Qur’an. Orang-orang shalih di masa lalu menghabiskan
waktunya baik siang maupun malam Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an.
“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
“Ibadah ummatku yang paling utama adalah pembacaan Al-Qur’an.” (HR Baihaqi)
Ramadhan adalah saat yang tepat untuk menimba dan menggali sebanyak mungkin kemuliaan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup. Kebiasaan baik ini harus nampak berlanjut setelah Ramadhan pergi, sebagai tanda keberhasilan latihan di bulan suci.
5. Mudah mengumbar amarah.
Ramadhan adalah bulan kekuatan. Nabi Saw bersabda: “Orang
kuat bukanlah orang yang selalu menang ketika berkelahi. Tapi orang yang kuat
adalah orang yang bisa menguasai diri ketika marah.”
Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Dalam hadits lain beliau bersabda: “Puasa itu perisai diri, apabila salah seorang dari kamu berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan jangan membodohkan diri. Jika ada seseorang memerangimu atau mengumpatmu, maka katakanlah sesesungguhnya saya sedang berpuasa.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
6. Gemar bicara sia-sia dan dusta.
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta, maka
Allah tidak membutuhkan perbuatan orang yang tidak bersopan santun, maka
tiada hajat bagi Allah padahal dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR
Bukhari dari Abu Hurairah)
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” “Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.”
Kesempatan Ramadhan adalah peluang bagi kita untuk mengatur dan melatih lidah supaya senantiasa berkata yang baik-baik. Umar ibn Khattab Ra berkata: “Puasa ini bukanlah hanya menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi juga dari dusta, dari perbuatan yang salah dan tutur kata yang sia-sia.” “Bicara dulu baru berpikir, bukan sebaliknya, berpikir dulu, disaring, baru diucapkan.”
7. Menyia-nyiakan waktu.
Allah berfirman: ‘Kamu tidak tingal di bumi melainkan
sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui. "Maka apakah kamu
mengira sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang
sebenarnya; tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia, Tuhan
yang mempunyai ‘Arsy yang mulia.” (Al-Mu’minun: 112-116)
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
Termasuk gagal dalam ber-Ramadhan orang yang lalai atas karunia waktu dengan melakukan perbuatan sia-sia, kemaksiatan, dan hura-hura. Disiplin waktu selama Ramadhan semestinya membekas kuat dalam bentuk cinta ketertiban dan keteraturan.
8. Tidak mencintai kaum dhuafa.
Syahru Rahmah, Bulan Kasih Sayang adalah nama lain
Ramadhan, karena di bulan ini Allah melimpahi hamba-hamba-Nya dengan kasih
sayang ekstra. Shiyam Ramadhan menanam benih kasih sayang terhadap orang-orang
yang paling lemah di kalangan masyarakat. Faqir miskin, anak-anak yatim dan
mereka yang hidup dalam kemelaratan. Rasa cinta kita terhadap mereka seharusnya
bertambah. Jika cinta jenis ini tidak bertambah sesudah bulan suci ini, berarti
Anda perlu segera instrospeksi.
9. Salah dalam memaknai akhir Ramadhan.
Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memerintahkan seluruh
rakyatnya supaya mengakhiri puasa dengan memperbanyak istighfar dan memberikan
sadaqah, karena istighfar dan sadaqah dapat menambal yang robek-robek atau yang
pecah-pecah dari puasa. Menginjak hari-hari berlalunya Ramadhan, mestinya kita
semakin sering melakukan muhasabah (introspeksi) diri.
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
“Wahai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18)
10. Sibuk mempersiapkan Lebaran.
Kebanyakan orang semakin disibukkan oleh urusan lahir dan
logistik menjelah Iedul Fitri. Banyak yang lupa bahwa 10 malam terakhir
merupakan saat-saat genting yang menentukan nilai akhir kita di mata Allah
dalam bulan mulia ini. Menjadi pemenang sejati atau pecundang sejati.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
Konsentrasi pikiran telah bergeser dari semangat beribadah, kepada luapan kesenangan merayakan Idul Fitri dengan berbagai kegiatan, akibatnya lupa seharusnya sedih akan berpisah dengan bulan mulia ini.
11. Idul Fitri dianggap hari kebebasan.
Secara
harfiah makna Idul Fitri berarti “hari kembali ke fitrah”. Namun kebanyakan
orang memandang Iedul Fitri laksana hari dibebaskannya mereka dari “penjara”
Ramadhan. Akibatnya, hanya beberapa saat setelah Ramadhan meninggalkannya,
ucapan dan tindakannya kembali cenderung tak terkendali, syahwat dan birahi
diumbar sebanyak-banyaknya. Mereka lupa bahwa Iedul Fitri seharusnya menjadi
hari di mana tekad baru dipancangkan untuk menjalankan peran khalifah dan abdi
Allah secara lebih profesional.